DEPRESI POST
PARTUM
1.
PENGERTIAN
Depresi postpartum terjadi dalam
10-15% wanita pada populasi umum. Depresi postpartum paling sering terjadi
dalam 4 bulan pertama setelah melahirkan, tetapi dapat terjadi kapan pun pada
tahun pertama. Depresi postpartum tidak berbeda dari depresi yang dapat terjadi
setiap saat lainnya dalam kehidupan wanita. Masa pasca-melahirkan adalah waktu
yang paling rentan bagi wanita untuk mengembangkan penyakit kejiwaan. Wanita
yang menderita 1 episode depresi mayor setelah melahirkan memiliki risiko
kekambuhan sekitar 25%.
Perempuan resiko tertinggi adalah
mereka dengan sejarah pribadi depresi, episode sebelumnya depresi pasca
melahirkan, atau depresi selama kehamilan. Selain memiliki riwayat depresi,
kehidupan yang penuh stress akhir-akhir ini, stres sehari-hari seperti
perawatan anak, kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan), kehamilan
yang tidak diinginkan, dan status asuransi telah divalidasi sebagai faktor
risiko.
Biasanya, depresi pasca melahirkan
berkembang secara diam-diam selama 3 bulan pertama pasca melahirkan, meskipun
gangguan tersebut mungkin memiliki onset yang lebih akut. Depresi postpartum
lebih persistent dan melemahkan daripada postpartum blues.
III. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN DEPRESI POST PARTUM
Depresi postpartum tidak berbeda
secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar
kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya
gangguan emosional. Penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah
adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan
dan persalinan. Faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini
adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang
tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap
perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan.
Perempuan yang memiliki riwayat
masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel
sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal
berhubungan dengan munculnya gejala depresi. Karakteristik wanita yang berisiko
mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah
mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis,
wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya
selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan
dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi,
wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.
Depresi pascasalin dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain
- Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
- Karakteristik ibu, yang meliputi :
- Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
- Faktor pengalaman. Depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres.
- Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka.
- Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
- Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor
konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan
hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.
IV.
GEJALA-GEJALA DEPRESI POST PARTUM
Depresi merupakan gangguan yang
betul–betul dipertimbangkan sebagai psikopatologi yang paling sering mendahului
bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi
seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua
gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar
tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga
pikiran mau bunuh diri. Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak
berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama
mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid
dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya. Tetapi dibandingkan dengan
gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang
spesifik antara lain : (4,5,7)
- Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
- Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
- Fobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum.
- Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
- Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.
- Perubahan mood. Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya. Depresi postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.
V.
PENATALAKSANAAN
Singkirkan penyebab fisik untuk
gangguan mood (misalnya, disfungsi tiroid, anemia). Evaluasi awal termasuk
riwayat kesehatan menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium rutin. Tingkat
keparahan penyakit akan menentukan terapi yang tepat.
Strategi pengobatan non-farmakologis
berguna untuk wanita dengan gejala depresi ringan sampai sedang. Psikoterapi
individu atau kelompok (kognitif-perilaku dan terapi interpersonal) adalah
sangat efektif.
Psychoeducational atau dukungan
kelompok juga dapat membantu. Modalitas ini dapat sangat menarik bagi ibu yang
menyusui dan yang ingin menghindari minum obat.
Strategi farmakologis yang
diindikasikan untuk gejala depresi sedang sampai berat atau ketika seorang
wanita tidak merespon pengobatan non-farmakologis. Obat juga dapat digunakan
dalam hubungannya dengan terapi non-farmakologis.
Selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI) adalah agen lini pertama dan efektif pada wanita dengan
depresi pasca-melahirkan. Gunakan dosis antidepresan standar, misalnya,
fluoxetine (Prozac) 10-60 mg/hari, sertraline (Zoloft) 50-200 mg/hari,
paroxetine (Paxil) 20-60 mg/hari, citalopram (Celexa) 20-60 mg/hari , atau escitalopram
(Lexapro) 10-20 mg/hari. Efek samping obat kategori ini termasuk insomnia,
mual, penurunan nafsu makan, sakit kepala, dan disfungsi seksual.
Serotonin-norepinephrine reuptake
inhibitors (SNRIs), seperti venlafaxine (Effexor) 75- 300 mg/hari atau
duloxetine (Cymbalta) 40-60 mg/hari, juga sangat efektif untuk depresi dan
kecemasan.
Antidepresan trisiklik (misalnya,
Nortriptilin 50-150 mg/hari) mungkin berguna bagi wanita dengan gangguan tidur,
walaupun beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan lebih merespon obat
kategori SSRI. Efek samping dari antidepresan trisiklik termasuk mengantuk,
berat badan bertambah, mulut kering, sembelit, dan disfungsi seksual.
Biasanya, gejala mulai berkurang
dalam 2-4 minggu. Dan penyembuhan total dapat berlangsung beberapa bulan. Pada
sebagian responden, meningkatkan dosis dapat membantu.
Obat anxiolytic seperti lorazepam
dan clonazepam mungkin berguna sebagai pengobatan adjunctive pada pasien dengan
kecemasan dan gangguan tidur. Data awal menunjukkan bahwa estrogen, sendiri
atau kombinasi dengan antidepresan, mungkin bermanfaat, namun tetap
antidepresan menjadi lini pertama pengobatan.
Jika ini adalah episode pertama dari
depresi, pengobatan selama 6-12 bulan dianjurkan. Untuk wanita dengan depresi
mayor berulang, diindikasikan perawatan pengobatan jangka panjang dengan
antidepresan.
Kegagalan untuk mengobati atau
pengobatan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan memburuknya hubungan antara
ibu dan bayi atau pasangan. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko morbiditas
pada ibu dan bayi, serta kompromi sosial dan pengembangan pendidikan sang bayi.
Semakin cepat pengobatan maka semakin baik prognosisnya. Rawat Inap mungkin
diperlukan untuk depresi pascamelahirkan yang parah.
VI.
PROGNOSIS
Identifikasi dan intervensi secara
dini prognosenya pada wanita yang mengalami depresi postpartum adalah baik.
Beberapa kasus yang pernah dilaporkan tertangani dengan baik jika efek depresi
post partum ini diketahui sejak awal. Pencegahan yang paling utama adalah
informasi tentang faktor resiko terjadinya depresi postpartum di masyarakat
sebagai nilai penting untuk mencegah terjadinya depresi ini. Skrining awal
terjadinya depresi postpartum ini dapat diketahui saat ibu membawa bayinya pada
tempat pelayanan kesehatan untuk dilakukan imunisasi sehingga pencegahan
terjadinya depresi postpartum dan depresi secara umum dapat dihindari.
VII.
KESIMPULAN
- Deteksi dini depresi post partum dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan ibu hamil dan imunisasi.
- Depresi post partum dapat dicegah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya ibu hamil tentang faktor resiko terjadinya depresi.
- Pengobatan farmakologis dan non-farmakologis sangat diperlukan bagi wanita atau ibu dengan depresi post partum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar